Inilah penjelasan lengkap mengenai saham syariah yang bebas riba tanpa bunga yang resmi dan terpantau oleh OJK (otoritas jasa keuangan). Salah satu produk investasi yang tersedia pada pasar modal syariah adalah saham syariah. Dengan adanya pasar modal syariah, memfasilitasi masyarakat muslim untuk berinvestasi pada objek halal yang sesuai dengan rambu-rambu syariah. Indonesia merupakan salah satu negara yang berpeluang tinggi untuk mengembangkan pasar modal syariah, karena mayoritas penduduknya beragama Islam. Â
Penerapan aspek syariah pada pasar modal syariah tertera dalam fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Yaitu nomor 40 tahun 2002 tentang pasar modal dan pedoman umum tentang penerapan prinsip syariah pada bidang pasar modal.
Otoritas jasa keuangan mengkonversi prinsip syariah pada pasar modal Indonesia, dengan mengeluarkan peraturan nomor 15 pada tahun 2015 tentang penerapan prinsip syariah pada pasar modal.
Pertama kali, pasar modal syariah Indonesia muncul dengan menerbitkan reksadana syariah tahun 1997. Pada tahun 2000, Jakarta Islamic Index (JII) meluncur sebagai ISSI yang pertama kalinya. Setelah itu, sukuk dengan akad mudharabah terbit pertama kali tahun 2002.
Daftar Saham Syariah
Bursa Efek Indonesia menyatakan saham yang tercantum dalam daftar saham syariah merupakan efek dalam bentuk saham yang sesuai dengan prinsip syariah yang berlaku pada pasar modal.
OJK dan MUI telah menyepakati prinsip syariah yang berlaku pada transaksi pasar modal syariah. Sebaiknya, Anda berinvestasi pada daftar atau ISSI yang tercatat pada ISSI. Per Januari 2021, ada sekitar 424 emiten yang tercatat oleh ISSI, termasuk dalam daftar saham dengan prinsip syariah.
Emiten-emiten tersebut adalah, Ace Hardware Indonesia Tbk. Baru (ACES), Bank BTPN Syariah (BTPS), Wijaya Karya (WIKA), XL Axiata (EXCL), Astra International (ASII), Kalbe Farma (KLBF), Telekomunikasi Indonesia (TLKM), Semen Indonesia (SMGR), dan emiten lainnya.
Saham Syariah Adalah
Definisi saham syariah menurut intras club adalah, terdiri dari dua kata, yaitu saham dan syariah. Saham adalah bentuk sebagian kepemilikan pada perusahaan yang terbit dalam wujud lembaran saham. Sedangkan, syariah adalah hukum yang berlaku berdasarkan ketetapan dalam Islam.
Jadi, definisi investasi syariah berarti bentuk kepemilikan pada suatu perusahaan yang produknya, jenis usaha, dan alur transaksinya tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Jadi, objek usaha dari perusahaan tersebut harus halal, bukan memperjualbelikan barang atau jasa yang haram. Usaha yang termasuk haram seperti, perjudian, memproduksi makanan atau minuman dari bahan haram, serta usaha yang mengandung riba.
Transaksi yang syariah menggunakan akad syirkah, yaitu kepemilikan dua pihak atau lebih terhadap suatu usaha, dan besaran prosentase keuntungan bagi hasil berdasarkan kesepakatan yang telah berlaku antara pihak yang berakad.
Kriteria Saham Syariah
Ada poin-poin penting yang menyebabkan saham masuk ke dalam kriteria saham syariah. Kriteria yang harus terpenuhi agar saham masuk ke dalam kategori ISSI.
1. Perusahaan Menjalankan Kegiatan Usaha yang Halal
Investor syariah tidak boleh berinvestasi pada perusahaan yang menjual barang haram, atau menerapkan kegiatan usaha yang tidak sesuai dengan prinsip syariah. Kegiatan usaha yang bertentang dengan prinsip syariah.
Misalnya seperti, perjudian, mempraktikkan riba, transaksi tidak ada penyerahan barang atau jasa, transaksi dengan penawaran atau permintaan palsu, transaksi mengandung unsur gharar, maisir, maupun suap, memproduksi barang haram, serta barang atau jasa dapat menimbulkan mudharat.
2. Emiten Memenuhi Rasio Keuangan yang Berlaku
Jika perusahaan memiliki hutang berbasis bunga, maka perbandingan total utang dengan total aset tidak boleh lebih dari 45%. Jadi, total hutang harus lebih kecil daripada aset. Selain itu, perbandingan total pendapatan yang mengandung bunga atau pendapatan non halal dengan pendapatan usaha dan lain-lain, tidak boleh lebih dari 10%. Perbandingan pendapatan non halal harus lebih kecil dari pendapatan usaha.
Perbedaan Saham Syariah Dan Konvensional
Ada hal-hal tertentu yang menjadi perbedaan saham syariah dan konvensional. Bagi, Anda yang ingin berinvestasi saham, harus memahami perbedaan antara saham ISSI dan konvensional. Produk investasinya memang sama, yaitu saham. Tetapi, ada hal spesifik yang berbeda antara keduanya.
1. Tidak Bertentangan dengan Prinsip Syariah 2
Dalam saham konvensional, calon investor dapat berinvestasi pada emiten apapun yang memiliki potensi bagus, dan menarik perhatian pemilik modal. Sedangkan, bisnis yang berjalan pada sektor syariah, objek bisnisnya harus halal dan tidak boleh keluar dari prinsip syariah.
Jadi, saham yang berada pada bursa efek Indonesia, tidak semuanya sesuai dengan prinsip syariah. Saham-saham yang termasuk syariah terdaftar pada Daftar Efek Syariah. Saham yang masuk ke DES terbagi dua.
Antara lain yaitu, saham berbasis syariah adalah emiten yang mengelola saham menyatakan perusahaannya sudah menjadi syariah sejak awal berdiri, kegiatan usahanya juga sesuai dengan prinsip syariah. Kedua, saham yang sesuai dengan prinsip syariah, yaitu perusahaan tidak termasuk perusahaan syariah, tetapi sahamnya memenuhi syarat untuk kategori syariah. Saham dengan tipe ini, harus melewati proses screening terlebih dahulu, agar bisa masuk ke DES.
2. Bagi Hasil antara Pemilik Modal dan Emiten
Jika sistem pada saham konvensional mengandung unsur riba, sama seperti bank konvensional pada umumnya. Saham yang termasuk kategori syariah menggunakan sistem pembagian hasil. Jadi, jika perusahaan mengalami keuntungan, maka investor juga berhak mendapatkan keuntungan.
Sebaliknya, jika perusahaan rugi, maka investor beresiko mengalami kerugian dalam investasinya. Jadi, untung sama untung, dan rugi sama rugi. Tidak bisa. jika perusahaan untung, maka investor akan rugi. Contohnya, ketika seseorang berinvestasi pada perusahaan makanan, jika perusahaan tersebut untung, maka Anda sebagai investor berhak menerima dividen dari perusahaan tersebut.
3. Musyawarah
Sebelum membeli saham, ada kesepakatan yang terjadi antara pemilik modal dan perusahaan. Musyawarah untuk menghasilkan kesepakatan ini, tidak boleh dengan unsur paksaan. Maksud dari hal tersebut adalah itikad saham, yaitu pemegang saham tidak mengalami gharar atau ketidakjelasan informasi atau maisir.
Perusahaan wajib menjelaskan dari awal, informasi mengenai perusahaan sejelas mungkin, dan seluk beluk mengenai perusahaan, agar tidak ada kesalahpahaman, antara investor dan emiten. Calon investor berhak menanyakan pertanyaan penting yang berkaitan dengan investasi saham, agar tidak ada kesenjangan informasi.
Saham syariah, juga berusaha adil dalam membagi keuntungan dan resiko. Tidak ada pihak yang lebih mendapatkan keuntungan, atau pihak yang mengalami kerugian berat sebelah.
Sebagai seorang Muslim, Anda bisa mencoba produk investasi di pasar modal syariah, produk tersebut dapat menjadi opsi dari saham konvensional. Sebelum terdaftar di DES, emiten melalui proses screening, untuk memastikan saham tersebut cocok masuk ke kategori syariah.
Investasi dengan prinsip syariah mencoba untuk mencari maslahat bagi kedua belah pihak. Karena, keuntungan sama-sama diterima, dan rugi sama-sama ditanggung. Akad dalam investasi saham kategori syariah ini, menggunakan akad syirkah. Penyetor modal juga mempunyai bukti kepemilikan perusahaan dengan bukti lembar saham. Maka, karena hal tersebut investor berhak menerima dividen atau keuntungan yang perusahaan peroleh. Jika, rugi maka investor juga menanggung kerugian bersama dengan perusahaan.
Tinggalkan Balasan